Indonesiainside.id, Kuala Lumpur—Wakil Menteri Departemen (Agama) Perdana Menteri Ahmad Marzuk Shaary menekankan bahwa tren ‘unboxing istri’ dapat menyebabkan runtuhnya institusi keluarga. Ia mengatakan kepada Malaysiakini, hal ini terutama ketika calon orang tua sebagai pilar lembaga keluarga sejak awal tidak mengikuti nilai-nilai yang benar, apalagi ingin menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anaknya.
“Selain menjelaskan syariat Islam yang melarang tren ‘unboxing istri’, saya mengajak semua pihak yang terlibat untuk juga mengambil tindakan proaktif dengan mengedepankan nilai-nilai keluarga Islami, terutama di saluran media baru yang ada,” ujarnya. dalam sebuah pernyataan di Facebook, Rabu (12/1), seperti dikutip dari Malaysiakini.
Sebelumnya, tren ‘unboxing istri’ merebak di media sosial dengan aktivitas unggahan video para suami melepas aksesori pakaian istri di hari pertama pernikahannya. Perbuatan tersebut memberikan kesan seolah-olah hal tersebut (pengantin) melakukannya sebelum ‘malam pertama’.
Sementara itu, Ahmad Marzuk mengatakan, mengingat peran keluarga sebagai institusi pembentuk komunitas, Departemen Pengembangan Islam Malaysia (Jakim) telah mengambil inisiatif untuk memperkenalkan Rencana Aksi Sosial Islam (PTSI) 2019–2025, lapor Malaysiakini.
Rencana tersebut, katanya, diperkenalkan dengan tujuan mengatasi penyakit sosial di kalangan umat Islam di Malaysia. “Di antara langkah-langkah yang diperkenalkan dalam rencana ini adalah ketentuan bahwa setiap lembaga di bawah Departemen Perdana Menteri (Urusan Agama) harus memanfaatkan dan mengoptimalkan penggunaan media massa dan media sosial untuk mempromosikan nilai-nilai luhur di lembaga keluarga Islam.
“Perencanaan dari pihak pemerintah juga membutuhkan kerjasama holistik dari semua lapisan masyarakat untuk mengatasi masalah sosial yang melanda umat Islam saat ini,” jelasnya.
Anggota DPR Pengkalan Chepa itu menambahkan, masyarakat saat ini hidup di zaman percampuran antara halal dan haram, seperti dikutip dari Malaysiakini. Ia menambahkan, bukan hal yang aneh jika melihat bagaimana media sosial dioptimalkan sepenuhnya untuk mengumpulkan kekayaan melalui popularitas dan jumlah ‘pengikut’ yang besar.
“Sampai batas tertentu, tempias ini juga mempengaruhi nilai-nilai dalam institusi keluarga Islami. Suami istri tidak lagi peduli harkat dan martabat, sehingga rela membeberkan aib pasangan demi ‘kepuasan’,” kata Ahmad Marzuk. (NE)