Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga gas industri di tujuh sektor manufaktur berbasis gas maksimal sebesar 6 dolar per MMBTU (Million British Thermal Units). Kebijakan tersebut pun berpotensi menambah pendapatan negara sebesar Rp3,25 triliun.
Berdasarkan data yang dihimpun Antara, penurunan harga gas juga diterapkan untuk sektor kelistrikan. Khususnya, dalam rangka menyediakan listrik terjangkau bagi masyarakat dan mendukung pertumbuhan industri.
Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 91 K/12/MEM/2020 tentang Harga Gas Bumi di Pembangkit Tertentu di Bidang Industri. Tercatat dalam beleid tersebut setidaknya ada 41 lokasi pembangkit listrik yang menikmati harga energi yang terjangkau.
Harga gas industri mengalami peningkatan sejak tahun 2006. Pada tahun 2012-2013 harga hulu gas hanya naik 1,08 dolar/MMBTU dan harga gas ke industri naik 1,86 dolar/MMBTU. Setelah itu harganya tidak pernah turun lagi hingga 2019.
Dalam lima tahun ke depan negara mendapat tambahan pendapatan hingga Rp3,25 triliun dari pajak dan dividen sektor industri, penghematan subsidi (listrik dan pupuk), penurunan kompensasi ke PLN dan kebijakan konversi pembangkit BBM ke gas. Daya saing tujuh sektor industri (pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, sarung tangan karet dan oleokimia) semakin meningkat.
Tujuh sektor industri tersebut sebelumnya sempat melambat karena berbagai fasilitas produksi berbasis gas berhenti beroperasi akibat kurang kompetitifnya harga gas. Total 370.000 orang bekerja pada tujuh bidang industri berbasis gas dengan industri keramik sebagai industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Penurunan harga gas pada sisi hulu dilakukan melalui penurunan pendapatan bagian pemerintah, sehingga tidak mengganggu pendapatan kontraktor migas. (ASF/ANT)